Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan
perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman.
Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam
kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional
puisi itu sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang
memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata yang makin kasar, ejekan, dan
lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambang intuisi, gaya bahasa,
irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.
Tokoh-tokoh puisi kontemporer di
Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:
· Sutardji Calzoum Bachri dengan tiga kumpulan puisinya O, Amuk, dan O Amuk Kapak
· Ibrahim Sattah dengan kumpulan puisinya Hai Ti
·
Hamid
Jabbar dengan kumpulan puisinya Wajah Kita
Puisi kontemporer dibedakan menjadi
3 yaitu
- Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-
1.
Mantra bukanlah sesuatu yang
dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan
akibat tertentu
2.
Mantra berfungsi sebagai penghubung
manusia dengan dunia misteri
3. Mantra mengutamakan efek atau akibat
berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.
Contoh:
Shang Hai
ping di atas pong
pong di atas ping
ping ping bilang pong
pong pong bilang ping
mau pong? bilang ping
mau mau bilang pong
mau ping? bilang pong
mau mau bilang ping
ya pong ya ping
ya ping ya pong
tak ya pong tak ya ping
ya tak ping ya tak pong
sembilu jarakMu merancap nyaring
(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)
- Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama "Puisi Mbeling". Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main.
Ciri-ciri
puisi mbeling adalah:
1.
Mengutamakan unsur kelakar;
pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan
kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang
disembunyikan (tersirat).
Contoh:
Sajak Sikat Gigi
Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka
Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali
Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu
berlebih-lebihan
(Yudhistira
Ardi Nugraha dalam Sajak
Sikat Gigi, 1974)
1. Menyampaikan kritik sosial terutama
terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
2.
Menyampaikan ejekan kepada para
penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik
Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi
yang mengkritik puisi.
· Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis
berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak
sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada
umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau
gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.
Contoh:
Doktorandus Tikus I
selusin toga
me
nga
nga
seratus tikus berkampus
diatasnya
dosen dijerat
profesor diracun
kucing
kawin
dan bunting
dengan predikat
sangat memuaskan
Penyusunan puisi kontemporer sebagai
puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai
berikut:
- Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
- Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
- Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
- Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar